Ketika Profesi Programmer Sudah (tidak) Dihargai.

Profesi Programmer atau Developer atau Pembuat Software, bagi perusahaan Software House atau IT Company seharusnya merupakan asset yang sangat berharga, oleh karena itu profesi ini harus dimaintain agar menjadi profit center bagi perusahaan. Profesi ini terbilang cukup unik karena hampir kebanyakan profesi ini dinilai kurang bersosialisasi dengan rekan kerja di department lain atau bagian lainnya. Perlu dipahami bahwa ketika seorang programmer sedang asyik menatap dengan codingnya pada waktu yang bersamaan pikirannya sedang membayangkan input, proses dan output yang bakalan terjadi, oleh karena itu mungkin dibutuhkan konsentrasi yang tinggi dan sering lupa bersosialisasi, belum lagi kalau sedang ‘nanggung’ mentrace bugs atau sudah menemukan solusinya bisa bisa gelas minuman yang siap diminumpun disebelah-nya akan diabaikan demi ke’nanggungan’ tersebut. Dan hal ini, yang tidak bisa dipahami bagi sebagian orang dan akhirnya mencap programmer kurang
bersosialisasi atau kurang teamwork. Kemudian, sy berpikir karena memang tugas programmer adalah demikian menyelesaikan task todo nya agar menjadi program yang baik, bukan sebagai sales atau marketing yang dibutuhkan untuk bisa bersosialisasi atau mencari relationship yang banyak.

Dan profesi programmer sudah tidak dihargai lagi, ketika terlalu banyak politik office yang terjadi di internal organisasi tersebut karena yang terjadi adalah ketidak objective-fan dalam menilai sebuah masalah, dan lagi-lagi yang disalahkan adalah  programmer. Ketika organisasi yang membawahi tim development dipimpin oleh orang yang tidak paham siklus sebuah software atau SDLC (Software Development Life Cycle), dan lagi-lagi yang ditekan adalah programmer. Perlu dipahami bahwa SDLC,
harus dibangun terlebih dahulu dengan pondasi yang kuat dan sesuai best practice-nya bukan sesuai pemahaman yang keliru apalagi tidak ada proses SDLC sama sekali.

Tujuannya adalah untuk bekerja lebih efektif dan efisien, bayangkan jika SDLC tidak ada bisa-bisa programmer merangkap tester juga merangkap deployment juga plus membuat user guide juga, bisa bisa ruwet dan runyam urusannya. Kenapa mindset Software House adalah kerja rutin sampai larut malam, mungkin sampai jam 22.00 atau 23.00 setiap harinya ? apakah mengejar deadline, mengejar deadline koq rutin setiap hari ? apakah programmer tidak butuh bersosialiasi juga dengan keluarga yang sudah menunggu dirumah, dan menyalurkan hobi nya sepulang jam kerja. Bukankah kita hidup harus seimbang, antara dunia dan akhirat, antara kerja dan istirahat. Kemudian kalau kerja programmer rutin sampai larut malam berarti ada yg salah dalam prosesnya ??, Di Era Software House modern seharusnya hal tersebut tidak terjadi kalau ditunjang dengan proses yang benar dan resources yang handal plus tata kelola yang paham masalah, mungkin kerja lembur dibutuhkan jika benar-benar sudah deadline.
Intinya bukan jumlah jam kerja nya yang banyak tapi kualitas dari pekerjaan tersebut yg bagus.

Untuk menjadi Software House yang baik dan handal, programmer yang berkualitas merupakan sendi yang sangat penting, sendi berikut nya adalah proses (SDLC), sendi berikutnya adalah teamwork yang terbangun solid.

Demikian, semoga mencerahkan yang mendung.